Pajak Impor Atas Dasar Inden
Bertemu lagi dengan kami Konsultan Pajak Lombok, kali ini kami akan membahas tentang Pajak Impor atas Dasar Inden
Pengertian Pajak impor atas Dasar Inden merupakan satu buah gerakan memasukkan barang ke dalam daerah paben yg dilakukan oleh importir untuk & atas nama (indentor) berdasarkan perjanjian pemasukan barang impor antara importir dengan indentor, yang segala pembayaran impor sepenuhnya menjadi benaban indentor dan yang merupakan bals jasa, importir mendapati komisis (handling fee) dari indentor. Secara subtansial berdasarkan pemikiran penulis PMK 107 ini memuat perbedaan dengan kondisi sebelumnya dari sisi besarnya pungutan PPh 22 yang ditetapkan sebagai berikut:
Atas pemungutan oleh Direktorat Jenderal Bea dan cukai atas Impor dikenakan pemungutan:
- Barang tertentu sebagaimana tercantum dalam lampiran 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam PMK 107 ini, yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dari Nilai Impor.
- Barang tertentu lainnya sebagaimana tercantum dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PMK ii sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari Nilai Impor.
- Selain Barang Tertentu dan Barang Tertentu Lainnya, sebagaiman dimaksud pada 1 dan 2, yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API) sebesar 2,5 % (dua koma lima persen) dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu sebesar 0,5% (setengah persen) dari Nilai Impor.
- Selain Barang Tertentu dan Barang Tertentu lainnya, sebagaimana dimaksud pada nomor 1dan nomor 2, yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API) sebesar 7,5% (tutuh setengah persen) dari nilai Impor.
- Sedangkan Barang yang tidak Dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
Ekspor komoditas tambang batu bara, mineral logam, mineral bukan logam, sesuai dengan uraian barang dan pos tarif/Harmonized system (HS) sebagaimana tercantum dalam lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PMK ini,oleh eksportir kecuali dilakukan oleh Wajib Pajak yang terikat dalam perjajian kerja sama pengusahaan pertambangan dan Kontrak Karya, sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari nilai ekspor sebagaimana tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang( PEB).
Merespon peraturan Menteri Keuangan 107/PMK 010/2015 yang sudah diluncurkan tanggal 8 Juni 2015 dan akan berlaku 60 hari sejak tanggal di undang-undangkan. PMK 107 ini merupakan perubahan atas PMK 154/PMK.03/2010. Secara garis besar isi PMK ini tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain. Jadi berdasarkan pengamatan penulis, point-point diatas adalah point perubahan yang perlu dicermati parapelaku bisnis yang terkait dengan impor dan ekspor komoditas tambang. Dalam kaitan dengan kondisi impor. Peraturan atas PPh 22 atas Pajak impor atas dasar Inden belum mengalami perubahan. Kami ingin mengupas hal ini secara mendetil sesuai dengan peraturan yang masih berlaku saat ini.
Kondisi impor barang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri atau melalui Inden lewat importir lain. Pajak impor atas dasar Inden (impor diatas namakan pada pemesan-indentor) merupakan bagian dari pemungutan pajak atas kegiatan impor yang pengaturan lebih lanjutnya berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dikuasakan kepada Menteri Keuangan (MK). Penguasaan kepada MK bertujuan agar dalam tataran pelaksanaan dapat dilakukan secara efektif juga tak mengganggu kelancaran produksi dan distribusi barang yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Dalam kaitan dengan situasi ini MK telah menerbitkan berbagai peraturan untuk melaksanakan impor inden ini. Seperti Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-39/PJ 32/1990. KMK 539/KMK/04/1990 JO SE-39/PJ 32/1990. Sebagai peraturan walaupun sudah lama, tetap berrlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perpajakan No 36 tahun 2008. Dalam peraturan yang dimaksud, impor inden adalah kegiatan memasukan barang dari luar daerah pabean (luar negeri) kedalam daerah pabean (Indonesia) yang dilakukan oleh importir untuk dan atas nama pemesan (indentor) karena indentor tidak mempunyai ijin impor. Dalam impor inden segala biaya impornya menjadi beban indentor dan sebagai balas jasanya importir akan memperoleh komisi (haldling fee) dari indentor.
Contoh Kongkrit atas Kejadian Pajak impor atas dasar Inden : Jika kita mau mengimport garmen dari pengusaha negara Tiongkok, namun tidak punya izin impor barang, maka anda membutuhkan pihak ke-3 yang membantu anda menginport barang tersebut. Disini kita sebut sebagai Indentor. Lalu pengusaha negara Tiongkok sebagai Eksportir dan pihak ke-3 yang membantu kita akan disebut sebagai Importir. Dalam pengimporan produk garmen tersebut dari negara Tiongkok ke Indonesia pasti ada biaya-biayanya seperti Biaya LC (Letter of Credit), Bea masuk, PPN Impor, Penumpukan Trucking. Akan ditanggung oleh Indentor alias yang melakukan Import. Sebagai Indentor juga akan membayar Haldling Fee kepada Importir atas jasa mereka.
Mekanisme Pajak Impor Atas Dasar Inden
Berdasarkan KMK 539/KMK 04/1990 Jo SE-39/PJ.32/1990. Mekanisme pemajakan impornya diatur sebagai berikut:
- Importir harus mengisi PIB dan SSP (Surat Setoran Pajak) PPh 22 Impor dan PPN Impor dengan identitas QQ Indentor.
- Bank Devisa, Dirjen Bea Cukai, Kantor Pos tempat memasukan PIB akan memuat cap diatas PIB dengan kalimat “Impor atas Barang Inden”.
- PPh Pasal 22 dan PPN Impor tersebut dapat dikreditkan oleh Indentor.
Namun, jika dalam dokumen PIB tidak dicantumkan identitas impor qq Indentor, maka impor tersebut harus diberlakukan sebagai impor dengan biaya sendiri oleh importi. Dengan demikian perlakuan pajaknya menjadi: Atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh Importir kepada Indentor dianggap seolah-olah sebagai penjualan dan terutang PPN. PPh Pasal 22 dan PPN Impor yang sudah dibayar, dapat dikreditkan oleh Importir. Jika harga penyerahan dari importir kepada indentor tidak menunjukan harga jual yang wajar karena terdapat hubungan istimewa antara importir/indentor, maka harga jual yang wajar tersebut akan ditetapkan oleh Dirjen Pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dapat dilihat pada skema diatas.
Komisi Atau Handling Fee
Pengeluaran-pengeluaran atau semua biaya yang dikeluarkan untuk semua pengurusan kegiatan impor inden menjadi beban dan tanggung jawab indentor. Untuk membayar ongkos capai indentor membayar jasa,importir mendapatkan komisi dari indentor. Jasa yang dibayar merupakan Objek pemotongan PPh 23 sebesar 2% (sebagai jasa perantara). Importir perlu melaporkan handling fee dalam SPT Tahunannya dan mengkreditkan potongan PPh 23 dimaksud. Sebaliknya kalau indentor bukan badan pemotongan PPh 23, importir tetap harus melaporkan penghasilannya dalam SPT tahunannya.
PPh 22 atas Impor dan PPN atas Impor merupakan pajak yang sangat diperhatikan karena menjadikan pajak sebagai alat untuk pemasukan negara,mendapatkan pemasukan dari kegiatan impor (fungsi budgeter)dan pajak sebagai alat kontrol ekonomi secara makro (fungsi reguler) dengan adanya pajak atas impor ini, produsen dalam negeri dapat terlindungi karena harga barang impor akan terdongkrak naik sehingga barang-barang imporakan tinggi harganya melampaui barang produksi lokal. Namun, pemerintah khususnya DJP perlu terus terus mengkaji aturan yang ada karena banyak kemungkinan yang terrjadi dalam kondisi keseharian, mungkin saja peraturan yang ada saat ini sudah kurang relevan dengan kenyataan dilapangan. Aspek-aspek ramah bisnis perlu menjadi perhatian yang utama dalam mengkaji kebijakan impor ini.
Setelah mengetahui tentang Pajak Impor atas Dasar Inden, tidak perlu bingung harus kemana mengurus urusan pajak anda. Kami dari Attax Indonesia siap membantu anda.
Komentar Terbaru